MASAILUL FIQIH
Dosen pengampu: Moh.Mas’uni,S.Ag.MSI
Disusun oleh:
1.
Abdul Mukhlis
Sekolah Tinggi Agama Islam Bakti Negara (STAIBN)
Tegal-Jawa Tengah-Indonesia
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Manusia hidup terakhir pasti membutuhkan kuburan, entah kuburan di bumi,
laut, atau di hutan. Kuburan merupakan tempat peristirahatan terakhir orang
yang telah meninggal dunia menjelang ia dibangkitkan kembali untuk menghadapi peradilan
Allah SWT. Dalam islam ada beberapa ketentuan yang harus diikuti jika mayat
telah dikuburkan, baik itu menyangkut tata cara, bentuk, sikap, maupun tingkah
laku muslim terhadap kuburan. Namun,
dewasa ini banyak terjadi fenomena pembongkaran kuburan dan memindahkan
mayatnya untuk kepentingan individu atau kelompok. Misalnya untuk pembangunan
mal, hotel, sekolah, dll. Sebenarnya bagaimanakah Islam memandang fenomena yang
banyak terjadi seperti ini?
Dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat berkaitan hukum pemindahan
makam kuburan, apa saja landasan hukum yang dipakai, bagaimana pendapat para
Ulama tentang pemindahan makam kuburan, dan bagaimana menganalisa tentang hukum
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
2.
2. Apa Motivasi Menggali
kuburan?
BAB II
Pembahasan
Ada dua istilah yang akan diberi pengertian pada pembahasan ini,
karena masing-masing berbeda maksudnya, yaitu pengertian menggali
kuburan dan membongkar mayat.Menggali
kuburan, diartikan sebagainperkataan نَبْشُ
الْقُبُوْرِ oleh penulis arab.
Maka dapat dirumuskan definisinya sebagai berikut:“Penggalian kuburan, karena
ada suatu kepentingan tertentu yang tidak berkaitan dengan mayat yang ada
didalamnya”Sedangkan membongkar mayat, diartikan sebagai perkataan نَبْشُ اْلاَمْوَاتِ atau اِخْرَاجُ الْمَيِّتِ مِنْ
قَبْرِهِ oleh penulis arab.
Maka disimpulkan definisinya sebagai berikut:“membongkar mayat adalah
mengangkat mayat dari lahad kubur, karena ada masalah hukum yang berkaitan
dengan mayat itu akan segera diselesaikan”.Kalau upaya penggalian kuburan tidak
sampai mengangkat mayat dari lubang lahadnya, maka upaya pembongkaran mayat
harus mengangkatnya dari liang kubur, untuk dirawat kembali atau diteliti
kematiannya. Jadi maksud dan tujuannya pun berbeda, sehingga penulis membedakan
definisinya.
B.
Motivasi Yang Melandasi
Diadakannya Penggalian Kuburan Dan Pembongkaran Mayat
1.
Motivasi penggalian kuburan
Ada beberapa
motivasi yang melandasi diadakannya penggalian kuburan, antara lain:
a.
Adanya suatu benda yang berharga jatuh ke dalam
kuburan, yaitu ketika seseorang membawa benda berharga ikut menimbun kuburan
mayat, yang ketika itu pula benda tersebut jatuh ke dalamnya dengan tidak
disadari oleh pemiliknya. Dan beberapa hari kemudian, pemiliknya baru menyadari
dan meyakini bahwa benda tersebut jatuh ketika ia sedang menimbun kuburan.
Tetapi satu-satunya cara untuk mendapatkan barang itu adalah membongkar kuburan
yang ditempatinya.
b.
Adanya pemasangan pipa saluran air bersih atau
bahan bakar minyak yang harus melewati kuburan, sehingga harus menggalinya,
lalu meletakkan suatu pipa didalamnya, kemudian menimbun kembali. Dan apabila
menemukan tulang-belulang mayat dari galian itu, maka harus meletakkan kembali
pada tempatnya yang semula dengan cara terhormat.
2.
Motivasi pembongkaran mayat
Ada beberapa
moyivasi yang melandasi diadakannya pembongkran mayat, antara lain:
a.
Adanya mayat yang telah dikuburkan tidak pernah
dirawat secara islam, misalnya tidak pernah dimandikan, tidak pernah dikafani,
tidak pernah disembahyangi dan tidak dihadapkan ke kiblat. Kalau ternyata tidak
pernah dirawat secara islam, lalu dikuburkan, maka harus membongkarnya untuk dimandikan
kalau belum membusuk, untuk dikafani, untuk disembahyangi dan dihadapkan ke
kiblat
b.
Adanya mayat yang telah dikuburkan tidak diketahui oleh
keluarganya. Dan untuk diyakini siapa sebenarnya yang dikuburkani itu, maka
keluarganya dapat membongkarnya. Oleh karena itu, apabila hendak menguburkan
mayat yang tidak diketahui asalnya, maka harus difoto terlebih dahulu, agar
disuatu ketika dating keluarganya menanyakan, bias diperlihatkan fotonya, agar
tidak perlu lagi membongkar mayatnya untuk kepentingan tersebut.
c.
Adanya kepentingan penegakan hukum, yaitu penegak hukum
berhak membongkar mayat yang telah dikuburkan, untuk memperoleh data tentang
keadaan luka yang dideritanya ketika dianiaya. Karena bukti luka-luka yang
dideritanya, dapat menentukan kadar sangsi hukum terhadap pelaku yang
menganiayanya, termasuk masa kurungan (penjara) bagi pelakunya.
1.
Al Qur’an
...dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.
Luqman: 34).[1][1]
Dan Sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami
beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al
Israa’:70)[2][2]
2.
Hadis
عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ كَسْرُ
عَظْمِ اْلمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
(رواه ابن ماجه)
Dari Amrah dari 'Aisyah ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda: Memecahkan (merusak) tulang seorang yang
telah meninggal sama seperti memecahkannya (merusak) ketika masih hidup. (HR.
Ibn Majah)
عَنْ
أَبِي نَضْرَةَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ دُفِنَ مَعَ أَبِي رَجُلٌ فَلَمْ تَطِبْ نَفْسِي حَتَّى
أَخْرَجْتُهُ فَجَعَلْتُهُ فِي قَبْرٍ عَلَى حِدَةٍ (رواه البخاري)
Dari Abu Nadhrah, dari
Jabir ia berkata, seorang laki-laki dikuburkan bersama dengan bapakku, namun perasaanku tidak enak, hingga akhirnya aku
keluarkan beliau dari kuburan dan aku kuburkan beliau dalam satu liang kubur
sendiri. (HR. al-Bukhori)
3.
Pandangan Ulama
وَحَرَمُ
نَبْشُهُ قَبْلَ اْلبَلَى عِنْدَ اَهْلِ اْلخِبْرَةِ بِتِلْكَ اْلارْضِ بَعْدَ
دَفْنِهِ لِنَقْلٍ وَغَيْرِهِ كَتَكْفِيْنٍ وَصَلاَةٍ عَلَيْهِ لِأَنَّ فِيْهِ
هَتْكاً لِحُرْمَتِهِ إِلاَّ لِضَرُوْرَةٍ كَدَفْنِ بِلاَ طُهْرٍ مِنْ غُسْلٍ اَوْ
تَيَمُّمٍ وَهُوَ مِمَّنْ يَجِبُ طَهْرُهُ (الجمل على المنهاج ٢/٢١٨)
Haram membongkar kembali
mayat setelah dikuburkan sebelum mayat tersebut diyakini sudah hancur sesuai
dengan pendapat para pakar tentang tanahnya, untuk dipindahkan ataupun yang
lainnya, seperti mengkafani dan mensholati, karena dapat merusak kehormatan
mayat kecuali darurat, seperti dikuburkan tanpa disucikan, baik dimandikan
ataupun tayamum, sedangkan mayat tersebut merupakan orang yang harus disucikan.
(al-Jamal ‘alal Minhaj 2/218)[3][3]
الْمَا
لِكِيِّةُ قَالُوْا: يَجُوْزُ نَقْلُ الْمَيِّتِ قَبْلَ الدَّفْنِ وَبَعْدَهُ مِنْ
مَكَانٍ إِلَى أَخَرَ بِشَرُوْطٍ ثَلَاثَةٍ: أَوَّلُهَا اَنْ لَا يَنْفَجِرَ حَالَ
نَقْلِهِ. ثَانِيْهَا اَنْ لَا تُهْتَكَ حُرْمَتُهُ بِأَنْ يُنْقَلَ عَلَى وَجْهٍ
يَكُوْنُ فِيْهِ تَحْقِيْرٌ لَهُ. ثَالِثُهَا اَنْ يَكُوْنَ نَقْلُهُ بِمَصْلَحَةٍ
… ِإلَى أَنْ قَالَ … فَإِنْ فَقِدَ شَرْطٌ مِنْ هَذِهِ الشُّرُوْطِ الثَّلاَثِ
حَرُمَ نَقْلُهُ (الفقه على المذاهب الاربعة ١/٥٣٧)[4][4]
Ulama Maliki berpendapat boleh memindahkan mayat sebelum dan sesudah dikubur
dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan tiga syarat:
1. Mayat tidak pecah (rusak)
ketika dipindah
2.
Tidak sampai menodai kehormatannya, misalnya memindahkan dengan cara yang
dapat menghinakannya
3.
Kepindahan itu karena ada sesuatu kepentingan
Jika satu syarat dari
ketiga syarat ini tidak terpenuhi, maka haram memindahkannya. (al-Fiqh ‘alal
Madzahibil Arba’ah 1/537)
D. Analisis
Memindahkan kuburan atau makam dalam bahasa arab sering di sebutkan dalam
istilah “نَقْلُ اْلمَقَابِرْ”,
yaitu suatu upaya memindahkan perkuburan dari suatu lokasi kepada lokasi yang
lain karena perkuburan yang lama tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana
biasanya, atau ada pertimbangan-pertimbangan lain yang mendesaknya.[5][5]
Para Ulama telah sepakat bahwa asalnya membongkar kuburan untuk dipindahkan atau tujuan lainnya yang tidak
ada kepentingan darinya adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena
perbuatan tersebut bertentangan dengan prinsip penghormatan terhadap manusia,
karena manusia terhormat ketika hidup dan ketika dia telah mati.[6][6]
Jika sekiranya memang ada pertimbangan lain yang mendorong untuk
memindahkan jenazah yang telah di makamkan, maka perlu di ketahui sebagian
besar para Ulama menetapkan bahwa hal tersebut di bolehkan, karena dalam keadaan
dharurat dan ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh syariat.[7][7]
Yang dimaksud dalam keadaan dharurat yang membolehkan dilakukannya
pembongkaran kuburan dan memindahankan jenazahnya yaitu karena tujuan untuk
kemaslahatan jenazah, misalkan kalau tanah pekuburan tersebut dikhawatirkan
akan dilanda bencana banjir atau ada sesuatu yang mengancam keselamatan jenazah
yang ada di dalam kuburan. Maka pada waktu itu boleh membongkar kuburan dan
memindahkannya ke tempat lain yang lebih layak.[8][8]
Sebab selanjutnya di bolehkannya memindah jenazah yang telah dikuburkan
adalah tanah yang digunakan untuk mengubur bukan hak dari jenazah tersebut.
Menurut para ahli fiqih, bahwa di bolehkan memindahkan jenazah dari tanah yang
tidak jelas statusnya kepada kuburan yang memang ditentukan. Dan di utamakan
menguburkan seorang Muslim pada daerah kuburan yang lebih banyak orang
shalehnya.[9][9]
Kemaslahatan masyarakat
umum menjadi sebab selanjutnya di bolehkannya memindahkan jenazah yang telah
dikuburkan, seperti akan di bangun masjid, sekolah, rumah sakit, dll di atas
tanah kuburan tersebut. Hal ini termasuk pokok syariat yang menyebutkan bahwa
menghilangkan mudharat dan menolaknya sedapat mungkin, menanggung mudharat yang
lebih kecil dari menolak mudharat yang lebih besar, dan menghilangkan
kemaslahatan yang lebih kecil untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih besar.[10][10]
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Ada dua istilah yang akan diberi pengertian pada pembahasan ini,
karena masing-masing berbeda maksudnya, yaitu pengertian menggali
kuburan dan membongkar mayat.Menggali
kuburan, diartikan sebagainperkataan نَبْشُ
الْقُبُوْرِ oleh penulis arab.
Maka dapat dirumuskan definisinya sebagai berikut:“Penggalian kuburan, karena
ada suatu kepentingan tertentu yang tidak berkaitan dengan mayat yang ada
didalamnya”Sedangkan membongkar mayat, diartikan sebagai perkataan نَبْشُ اْلاَمْوَاتِ atau اِخْرَاجُ الْمَيِّتِ مِنْ
قَبْرِهِ oleh penulis arab.
Maka disimpulkan definisinya sebagai berikut:“membongkar mayat adalah
mengangkat mayat dari lahad kubur, karena ada masalah hukum yang berkaitan
dengan mayat itu akan segera diselesaikan”.Kalau upaya penggalian kuburan tidak
sampai mengangkat mayat dari lubang lahadnya, maka upaya pembongkaran mayat
harus mengangkatnya dari liang kubur, untuk dirawat kembali atau diteliti
kematiannya. Jadi maksud dan tujuannya pun berbeda, sehingga penulis membedakan
definisinya.
Motivasi Yang Melandasi
Diadakannya Penggalian Kuburan Dan Pembongkaran Mayat
1.
Motivasi penggalian kuburan
Ada beberapa
motivasi yang melandasi diadakannya penggalian kuburan, antara lain:
a.
Adanya suatu benda yang berharga jatuh ke dalam
kuburan, yaitu ketika seseorang membawa benda berharga ikut menimbun kuburan
mayat, yang ketika itu pula benda tersebut jatuh ke dalamnya dengan tidak
disadari oleh pemiliknya. Dan beberapa hari kemudian, pemiliknya baru menyadari
dan meyakini bahwa benda tersebut jatuh ketika ia sedang menimbun kuburan.
Tetapi satu-satunya cara untuk mendapatkan barang itu adalah membongkar kuburan
yang ditempatinya.
Landasan Hukum
1.
Al Qur’an
...dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.
Luqman: 34).[1][1]
2.
Hadis
عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ كَسْرُ
عَظْمِ اْلمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
(رواه ابن ماجه)
Dari Amrah dari 'Aisyah ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda: Memecahkan (merusak) tulang seorang yang
telah meninggal sama seperti memecahkannya (merusak) ketika masih hidup. (HR.
Ibn Majah)
Daftar Pustaka
Mahjudin, Masailul Fiqhiyah, Berbagai Kasus yang Dihadapi Islam Masa Kini jilid I, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm. 147
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hlm. 917
Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama
Indonesia Sejak 1975, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 305
Said Abdullah Al Hamdani, Risalah Djanaiz,
(Bandung: PT. Al Ma’arif, t.th), hlm. 123
Husein Bahreisj, Himpunan Fatwa, (Surabaya: Al
Ikhlas, 1987), hlm. 478
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa..., hlm. 919 –
920
Dewan Penterjemah, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, 1971), hlm. 658
Dewan Penterjemah, Al Qur’an dan..., hlm. 435
Sahal Mahfudh, Ahkamul
Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum islam (Surabaya: LTN NU Jawa
Timur, 2004), hlm. 501
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘alal Madzahibil Arba ’ah, Juz I,
(Beirut: Dar alKuitub al-Alawiyah, t.th), hlm. 537
Mahjudin, Masailul Fiqhiyah, Berbagai Kasus yang Dihadapi Islam Masa Kini jilid I, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm. 147
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1995), hlm. 917
Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 305
Said Abdullah Al Hamdani, Risalah Djanaiz, (Bandung: PT. Al Ma’arif,
t.th), hlm. 123
Husein Bahreisj, Himpunan Fatwa, (Surabaya: Al Ikhlas, 1987), hlm.
478
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa..., hlm. 919 – 920